Cara Benar Jadi Pengusaha

Siapa sih yang tak ingin jadi pengusaha? Coba deh tanyakan pada orang-orang yang sampai sekarang masih menjadi karyawan di kantor-kantor. Sampai kapan sih mereka mau ‘Cuma jadi karyawan’? Pengennya jadi  manager sih.. Cuma jadi manager? Kenapa nggak jadi owner nya aja? Hei, di era modern ini apapun bisa menjadi bisnis, asar kita pandai-pandai menngambil peluang yang ada di depan mata.

Kebanyakan orang berpikir, “aku cocoknya bisnis apaan ya? Aku nggak tahu mau bisnis apa? Trus harus mulai dari mana?” Hadeuh… Kebanyakan alasan. Lihat peluang yang ada di depan mata. Dan pandai-pandailah memutar otak untuk menjadikannya sebuah bisnis baru yang kedepannya akan banyak diminati orang. WOW…

Nah, untuk jadi seorang pengusaha, kita harus paham kaidah-kaidah yang benar agar kita bisa menjadi pengusaha yang benar. Kalau pengusaha sukses, tapi pakai cara yang tidak benar, sukses macam apa itu namanya? Hehe.. Yuukk simak penjelasan berikut ini. Dari master bisnis terkenal nih @kangrendy.

Kaidah I, “Menghadirkan uang dengan member nilai tambah”. Dalam konsep ini, uang adalah representasi dari nilai tambah, perwujudan dari manfaat yang diberikan. Uang datang karena kita member nilai tambah, memberi manfaat, lewat produk entah barang atau pun jasa. Ada yang bertukar. Maka konsep uang adalah alat tukar nilai tambah. Ini substansi. Harus benar-benar dipahami. Misalnya seperti ini, kita memberi supir angkot uang, bukan karena iseng, sekedar member uang, namun kita menukar jasanya mengantarkan kita ke tempat tujuan kita. Ada jasa yang diberikan. Contoh yang lain, kita membayar makanan di warung, karena kita mendapatkan makanan, kita kenyang maka kita bayar. Uang wujud dari manfaat.

Maka dalam mazhab cara benar, making money haruslah making value. Ada nilai yang ditawarkan. Fokusnya kesana. Semakin banyak produk yang HIT di pasaran, makin pasar merasakan benefit (manfaatnya), maka pasar akan semakin senang. Dan uang pun akan mengalir deras. Karena uang positif ini perlu dihadirkan dengan menawarkan nilai tambah. Jalannya jadi panjang, maka membuat produknya pun menjadi tidak mudah.

Sewaktu kita membuat produk, menurut kita bernilai, tapi menurut orang belum tentu. Misal, kita buat makanan, menurut kita sudah enak, menurut orang lain belum tentu. Dan produk Anda tersebut bisa-bisa ‘tidak laku’ di pasaran. Tapi begitu produk ‘OK’, pasar akan bergerak. Otomatis uang pun akan mengalir. Ini konsep. Hadirkan uang dengan value. Ini kaidah nomor satu.

Nah, di cara ‘tidak benar’, kaidahnya adalah : “Hadirkan uang dengan uang”. Kaidah yang banyak diajarkan di kelas-kelas motivasi bisnis adalah menghadirkan uang sebagai modal terlebih dahulu. Ada uang, jalan! Sehingga muncul asumsi, kalau ada uang, ada modal, kita bisa datangkan uang, gampang.

Di awal-awal, kaidah ini belum berbahaya, sang pemula usaha akan gunakan uangnya, hasil kumpul-kumpul untuk bisnis. Ada kesempatan, Go! Ujungnya? Hehe.. Biasanya ujungnya gelap. Karena basis berpikirnya ‘kalau ada uang, ada modal, bisa set up bisnis, pasti uang datang’. Ini salah kaidah!

Fokus yang harusnya pada benefit produk, berubah jadi hanya set up bisnis. Makin mahal set up, makin yakin uang datang besar. Apa iya? Nah, di level berikutnya, kaidah ini membawa ‘sang penganut paham’ ke langkah-langkah yang lebih ekstrim. Maka mulailah dicari langkah-langkah untuk menghadirkan uang yang seakan-akan ‘gratisan’. Lalu muncul ajaran, yang benar-benar dipraktekkan, untuk memakai dana pihak ketiga, lalu cicilannya dibayarkan dengan bisnis.

Di sini saja, asumsi bisa dipatahkan : ‘Nyicil nya Fix, dicicil dengan hasil bisnis yang Tidak Fix’. Bisnis punya banyak variabel. Outletnya dihitung, asumsi labanya 10 juta per bulan, pinjam 50 juta, KTA 3 tahun. Cicilan anggap 3 jutaan perbulan. Profit bisnis nya berapa? Fix? Kalau variabel dasarnya dilanggar, tdak ada yang jamin outlet hidup selama 3 tahun, tidak ada yang jamin growth pasar akan capai 10 juta profit. Banyak yang sukses dengan cara ini, namun hanya di 2-4 tahun pertama saja, sedang cicilannya 15 tahun. Jadi mereka………… *simpulkan sendiri ya? Hihiihi*

Miskonsepsi atas kehadiran uang sedari awal, buat langkah ke depan semakin kacau. Tidak fokus pada value, fokusnya pada menghasilkan uang. Ini yang salah. Jadi yang benar, di mazhab cara benar jadi pengusaha ini, uang yang benar itu adalah uang yang dihasilkan dari bertukar manfaat. Misalkan seperti ini, kalau beli di pagi hari harganya RP 1700, dijual siangnya Rp1750. Di mana bertukar manfaatnya?

Kaidah II, “bertumbuh sesuai kapasitas income, bukan diungkit dengan pinjaman”. Kalaupun misal ada utang, utang dagang, atau utang bahan baku. Dari omset jutaan per bulan hingga 1 M per bulan. Mulai dari 100 pcs, laku. Terus terus terus. Hingga 1000 pcs per hari nya. Yang perlu dilakukan adalah berhubungan baik dengan supplier bahan baku, bayar bisa mundur, tapi produksi dan penjualan cepat dilakukan.

Dalam istilah bisnis, cash gapnya kecil. Terus begitu, mereka menabung, berinvestasi ulang di asset bisnis mereka. Perlahan tapi pasti. Outlet 1, pelanggan datang, dapat profit, ditabung. Lamban tidak apa-apa. Buka outlet lagi, dari hasil bisnis. Nantinya pasti kokoh.

Pada kaidah II ini, besaran bisnis, besarkan sesuai dengan besarnya income. Jangan di-balon (besar tapi kosong, kena jarum meletus).

Oke, fix. Selamat memulai untuk yang mau jadi pengusaha. Semoga penjelasan tadi bermanfaat ya. Kalau ada yang ingin ikutan seminar biar bisa jadi pengusaha yang oke, silahkan stalking timeline nya @kangrendy .

1 comment:

  1. keren sih... cuma agak ribet nih prosesnya kayaknya.... cobain yang disini deh gan,.. prosesnya gampang dan cepat... selesai transfer langsung di konfirmasi jadiowner sejati
    klik ajja http://t.co/V9L2lwXYJp

    ReplyDelete